Pengertian Hadits Shahih

DISINI DI PASANG IKLAN
Pengertian Hadits Shahih - Hallo sahabat Belajar Islam, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Pengertian Hadits Shahih , kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Definisi Hadits, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Pengertian Hadits Shahih
link : Pengertian Hadits Shahih

Baca juga


Pengertian Hadits Shahih

Haditsiana - Sebagaimana dijelaskan pada artikel tentang pengertian hadits, bahwa berdasarkan tingkat keasliannya, hadits terbagi menjadi 4, salah satunya yaitu Hadits Shahih. Lantas, apa yang dimaksud dengan hadits shahih itu?. Untuk lebih jelaskan, silakan simak ulasan berikut ini tentang Pengertian / Definisi Hadits Shahih secara lengkap.

Dilansir dari wikipedia, Hadits Shahih, yakni tingkatan tertinggi penerimaan pada suatu hadits. Hadits shahih memenuhi persyaratan sebagai berikut:
  1. Sanadnya bersambung (lihat Hadits Musnad di atas);
  2. Diriwayatkan oleh para penutur/rawi yang adil, memiliki sifat istiqomah, berakhlak baik, tidak fasik, terjaga muruah(kehormatan)-nya, dan kuat ingatannya.
  3. Pada saat menerima hadits, masing-masing rawi telah cukup umur (baligh) dan beragama Islam.
  4. Matannya tidak mengandung kejanggalan/bertentangan (syadz) serta tidak ada sebab tersembunyi atau tidak nyata yang mencacatkan hadits (’illat).
Pengertian Hadits Shahih Lengkap Penjelasannya
Defisi hadits shahih secara konkrit baru muncul setelah Imam Syafi’i memberikan penjelasan tentang riwayat yang dapat dijadikan hujah, yaitu:
  • Pertama; Apabila diriwayatkan oleh para perowi yang dapat dipercaya pengamalan agamanya, dikenal sebagai orang yang jujur memahami hadits yang diriwayatkan dengan baik, mengetahui perubahan arti hadits bila terjadi perubahan lafazhnya; mampu meriwayatkan hadits secara lafazh, terpelihara hafalannya bila meriwayatkan hadits secara lafazh, bunyi hadits yang Dia riwayatkan sama dengan hadits yang diriwayatkan orang lain dan terlepas dari tadlis (penyembuyian cacat)
  • kedua; Rangkaian riwayatnya bersambung sampai kepada Nabi SAW atau dapat juga tidak sampai kepada Nabi SAW.

Adapun Imam Bukhori dan Imam Muslim membuat kriteria hadits shahih sebagai berikut:
  • Rangkaian perawi dalam sanad itu harus bersambung mulai dari perowi pertama sampai perowi terakhir.
  • Para perowinya harus terdiri dari orang-orang yang dikenal tsiqat, dalam arti adil dan dhobith,
  • Haditsnya terhindar dari ‘ilat (cacat) dan syadz (janggal), dan
  • Para perowi yang terdekat dalam sanad harus sejaman.

Syarat-Syarat Hadits Shahih

Berdasarkan definisi hadits shahih diatas, dapat dipahami bahwa syarat-syarat hadits shahih dapat dirumuskan sebagai berikut:
  1. Sanadnya Bersambung
    Maksudnya adalah tiap-tiap perowi dari perowi lainnya benar-benar mengambil secara langsung dari orang yang ditanyanya, dari sejak awal hingga akhir sanadnya. Untuk mengetahui dan bersambungnya dan tidaknya suatu sanad, biasanya ulama’ hadis menempuh tata kerja sebagai berikut;
    • Mencatat semua periwayat yang diteliti,
    • Mempelajari hidup masing-masing periwayat,
    • Meneliti kata-kata yang berhubungan antara para periwayat dengan periwayat yang terdekat dalam sanad, yakni apakah kata-kata yang terpakai berupa haddasani, haddasani, akhbarana, akhbarani, ‘an,anna, atau kata-kata lainnya.
  2. Perawinya Bersifat Adil
    Maksudnya adalah tiap-tiap perowi itu seorang Muslim, bersetatus Mukallaf (baligh), bukan fasiq dan tidak pula jelek prilakunya. Dalam menilai keadilan seorang periwayat cukup dilakuakan dengan salah satu teknik berikut:
    • Keterangan seseorang atau beberapa ulama ahli ta’dil bahwa seorang itu bersifat adil, sebagaimana yang disebutkan dalam kitab-kitab jarh wa at-ta’dil.
    • Ketenaran seseorang bahwa ia bersifast adil, seperti imam empat Hanafi,Maliki, Asy-Syafi’i, dan Hambali.
    • Khusus mengenai perawi hadits pada tingkat sahabat, jumhur ulama sepakat bahwa seluruh sahabat adalah adil. Pandangan berbeda datang dari golongan muktazilah yang menilai bahwa sahabat yang terlibat dalam pembunuhan ‘Ali dianggap fasiq, dan periwayatannya pun ditolak.
  3. Perowinya Bersifat Dhobith
    Maksudnya masing-masing perowinya sempurna daya ingatannya, baik berupa kuat ingatan dalam dada maupun dalam kitab (tulisan). Dhobith dalam dada ialah terpelihara periwayatan dalam ingatan, sejak ia manerima hadits sampai meriwayatkannya kepada orang lain, sedang, dhobith dalam kitab ialah terpeliharanya kebenaran suatu periwayatan melalui tulisan.

    Adapun sifat-sifat kedhobitan perowi, menurut para ulama, dapat diketahui melalui:
    • Kesaksian para ulama
    • Berdasarkan kesesuaian riwayatannya dengan riwayat dari orang lain yang telah dikenal kedhobithannya.
  4. Tidak Syadz
    Maksudnya ialah hadits itu benar-benar tidak syadz, dalam arti bertentangan atau menyalesihi orang yang terpercaya dan lainnya.

    Menurut asy-Syafi’i, suatu hadits tidak dinyatakan sebagai mengandung syudzudz, bila hadits itu hanya diriwayatkan oleh seorang periwayat yang tsiqah, sedang periwayat yang tsiqah lainnya tidak meriwayatkan hadis itu. Artinya, suatu hadis dinyatakan syudzudz, bila hadisd yang diriwayatkan oleh seorang periwayat yang tsiqah tersebut bertentengan dengan hadits yang dirirwayatkan oleh banyak periwayat yang juga bersifat tsiqah.
  5. Tidak Ber’ilat
    Maksudnya ialah hadis itu tidak ada cacatnya, dalam arti adanya sebab yang menutup tersembunyi yang dapat menciderai pada ke-shahih-an hadits, sementara dhahirnya selamat dari cacat.

    ‘Illat hadis dapat terjadi pada sanad maupun pada matan atau pada keduanya secara bersama-sama. Namun demikian, ‘illat yang paling banyak terjadi adalah pada sanad, seperti menyebutkan muttasil terhadap hadits yang munqati’ atau mursa

Pembagian Hadits Shahih

Para ahli hadis membagi hadits shahih kepada dua bagian, yaitu :
  1. Hadits Shahih Li-Dzati
    Maksudnya ialah syarat-syarat lima tersebut benar-benar telah terbukti adanya,bukan dia itu terputus tetapi shahih dalam hakikat masalahnya, karena bolehnya salah dan khilaf bagi orang kepercayaan.
  2. Hadits Shahih Li-Ghoirih.
    Maksudnya ialah hadits tersebut tidak terbukti adanya lima syarat hadis shahih tersebut baik keseluruhan atau sebagian. Bukan berarti sama sekali dusta, mengingat bolehnya berlaku bagi orang yang banyak salah.
Perbedaan antara keduanya terletak pada segi hafalan atau ingatan perowinya. pada shahih li-dzatih, ingatan perowinya sempurna, sedang pada hadis shahih li-ghoirih, ingatan perowinya kurang sempurna.

Kehujahan Hadits

Hadits yang telah memenuhi persyaratan hadits shahih wajib diamalkan sebagai hujah atau dalil syara’ sesuai ijma’ para uluma hadis dan sebagian ulama ushul dan fikih. Kesepakatan ini terjadi dalam soal-soal yang berkaitan dengan penetapan halal atau haramnya sesuatu, tidak dalam hal-hal yang berhubungan dengan aqidah.

Sebagian besar ulama menetapkan dengan dalil-dalil qat’i, yaitu al-Quran dan hadits mutawatir. oleh karena itu, hadits ahad tidak dapat dijadikan hujjah untuk menetapkan persoalan-persoalan yang berhubungan dengan aqidah.

Tingkatan Hadits Shahih

Perlu diketahui bahwa martabat hadits shahih itu tergantung tinggi dan rendahnya kepada ke-dhabit-an dan keadilan para perowinya. Berdasarkan martabat seperti ini, para muhaditsin membagi tingkatan sanad menjadi tiga yaitu:
  • Pertama; ashah al-asanid yaitu rangkaian sanad yang paling tinggi derajatnya. seperti periwayatan sanad dari Imam Malik bin Anas dari Nafi’ mawla (mawla = budak yang telah dimerdekakan) dari Ibnu Umar.
  • Kedua; ahsan al-asanid, yaitu rangkaian sanad hadis yang yang tingkatannya dibawah tingkat pertama diatas. Seperti periwayatan sanad dari Hammad bin Salamah dari Tsabit dari Anas.
  • Ketiga; ad’af al-asanid, yaitu rangkaian sanad hadis yang tingkatannya lebih rendah dari tingkatan kedua. seperti periwayatan Suhail bin Abu Shalih dari ayahnya dari Abu Hurairah.

Dari segi persyaratan shahih yang terpenuhi dapat dibagi menjadi tujuh tingkatan, yang secara berurutan sebagai berikut:
  • Hadits yang disepakati oleh bukhari dan muslim (muttafaq ‘alaih),
  • Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori saja,
  • Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim saja,
  • Hadits yang diriwayatkan orang lain memenuhi persyaratan AL-Bukhari dan Muslim,
  • Hadits yang diriwayatkan orang lain memenuhi persyaratan Al-Bukhari saja,
  • Hadits yang diriwayatkan orang lain memenuhi persyaratan Muslim saja,
  • Hadits yang dinilai shahih menurut ulama hadits selain Al-Bukhari dan Muslim dan tidak mengikuti persyratan keduanya, seperti Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan lain-lain.
Kitab-kitab hadits yang menghimpun hadits shahih secara berurutan sebagai berikut:
  1. Shahih Al-Bukhari (w.250 H).
  2. Shahih Muslim (w. 261 H).
  3. Shahih Ibnu Khuzaimah (w. 311 H).
  4. Shahih Ibnu Hiban (w. 354 H).
  5. Mustadrok Al-hakim (w. 405).
  6. Shahih Ibn As-Sakan.
  7. Shahih Al-Abani.
Itulah sedikit penjelasan mengenai pengertian hadits shahih yang dapat kami share pada kesempatan ini, semoga bermanfaat bagi kita semua. Amien (Sumber: Pustaka Ahlul Hadits)


Demikianlah Artikel Pengertian Hadits Shahih

Sekianlah artikel Pengertian Hadits Shahih kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Pengertian Hadits Shahih dengan alamat link https://tentangislamiya.blogspot.com/2015/08/pengertian-hadits-shahih.html

0 Response to "Pengertian Hadits Shahih "

Posting Komentar